
Ini bukan sebuah review film, ini adalah sebuah catatan perjalanan bagaimana akhirnya aku bisa menonton film Sore: Istri dari Masa Depan di hari ke-100. Tentu saja tulisan ini akan penuh spoiler dan jokes bodoh sebagai filler. Selamat membaca ya! ^^
Film Sore pertama kali hadir di layar lebar pada 10 Juli 2025, momen di mana banyak orang terpukau dan antusias membahasnya di linimasa. Tapi aku pribadi tidak tertarik untuk menontonnya secara langsung di bioskop, alasan utamanya cukup absurd sih, karena banyak yang review kalo film ini bikin sedih dan bikin meneteskan air mata. Sungguh mengurangi ketampananku kalo sampe netesin air mata karena film romantis. 
Tentu saja dalam benakku tetap memiliki rasa penasaran akan film Sore, tapi tidak ada orang yang bisa diajak untuk menonton film 'viral' ini... Adikku lebih tertarik menonton film Kimetsu no Yaiba, teman-temanku lebih memilih menonton JKT48 setiap akhir pekan, di mana aku pun mengikuti kesibukan teman-temanku itu, wkwkwk.
Tidak terasa 3-4 minggu berlalu sejak film ini rilis.... 
Hingga pada 10 Agustus pukul setengah 2 pagi seorang sahabat mengirimkanku pesan seperti ini:
Ya, tepat sebulan setelah film Sore tayang, sosok ajaib ini muncul dan
guilt tripping di sela-sela obrolan kami tentang kepenulisan. Entah apa motifnya tiba-tiba membuatku merasa jadi orang yang hina perkara belum menonton sebuah film saja.

Sebetulnya ini adalah kali kedua Sei bertanya apakah aku sudah menonton Sore atau belum. Tentu saja jawabku belum. Tapi keesokan dan keesokan harinya Sei tidak menyerah untuk membujukku untuk menonton film Sore.
Bayangkan situasi di kantor, selain aku memikirkan pekerjaan, otakku terbagi memikirkan alasan belum menonton film Sore. Aku pikir ketika sudah lewat sebulan, film yang bercerita tentang
time loop ini akan segera turun layar, nyatanya malah mendapat tambahan layar. Damn, semakin lama film ini tayang semakin tersiksa pula aku. ðŸ˜ðŸ˜
Jika kamu penasaran kenapan sosok Sei ini begitu cinta dengan film Sore dan mendesak teman-temannya (setidaknya aku) untuk menonton film tersebut. Itu karena ia suka dengan Plot yang ada, bukan karena filmnya relate. Apa pun alasan dia, aku pun selalu memiliki alasan pribadi kenapa enggan menonton film Sore.
Manusia satu ini tidak ada lelahnya ketika bercerita tentang Jo dan Sore bahkan ketika tenagaku sudah tidak ada untuk merespons pesan yang masuk. SIAPA PUN TOLONG SAYAAAA.
Masa Tenang pun Datang
Setelah turun layar sekitar pertengahan bulan Agustus, duniaku terasa damai karena tidak mendapat ancaman yang berarti untuk menonton Sore. Hari-hari aku dan Sei masih sesekali bertanya kabar atau sekadar bertukar informasi. Tapi isi obrolan kami tidak lagi berisi intimidasi.
Masa Tenang pun Hilang
Orang bijak pernah berkata, bahwa salah satu hal yang paling singkat di dunia ini adalah ketenangan dan perdamaian. Dan ternyata hal itu sepertinya benar. Baru sempat merasakan kedamaian 2 bulan, aku mendapat notifikan menyeramkan itu kembali di tanggal 17 Oktober 2025, yang berbunyi seperti ini:
Tidak lupa disertai ancaman dan ultimatum terakhir seperti ini:
HARI ITU TIBA
Hari Sabtu biasanya hanya aku isi dua kegiatan, antara beres-beres rumah atau pergi keluar rumah untuk bertemu member JKT48. Tapi kali ini agak lain, aku harus pergi ke bioskop sendiri. Sebetulnya aku cukup sering menonton film sendiri di bioskop, tapi itu biasanya karena aku sekalian mampir saja.
Yang ini tidak, aku harus bangkit dari kasur, cek jadwal tayang film Sore, memesan, lalu keluar rumah hanya dan memang hanya untuk menonton film tersebut. Alamak effortnya ewww.

BANG REVIEW FILMNYA MANA BANGGG???
Kan sudah kubilang ini bukan sebuah artikel review film, tapi kalau temen-temen teratarik baiklah. Aku akan menulis tentang film ini dari kacamataku sendiri, yang notabene bukan sinefil apalagi kritikus film. Aku hanya warga sipil yang datang ke bioskop bermodalkan sandal Carvil.
J O N A T H A N
Adegan awal film ini dibuat mewah dengan hadirnya scene di sebuah hamparan es di Arktik. Otak ADHD ku sudah suudzon bahwa Jonathan, tokoh pria dalam film ini akan menemukan Megatron yang sedang membeku. Namun aku tersadar aku tidak sedang menonton Transformers.
Penggambaran Jo ini sangat simpel, cuma punya satu kegiatan yang itu memotret dengan kamera analog, cuma punya satu temen warlok yaitu Karlo, dan juga cuma punya satu pacar dominan yaitu Elsa. Untung saja Jo menetap di negara Kroasia sehingga semua terdengar wajar dan elegan, kalo Jo tinggal di Indonesia sudah pasti stigma terhadap Jo adalah wibu nolep yang ansos.

S O R E
Iyaa.... sore juga. (bukan lagi nyapa woi!!!)
Sore adalah Main Character di film kali ini, di awal cerita ia muncul secara tiba-tiba di kamar Jo. Untuk sebuah film imajiner fiksi, kemunculan Sore tanpa dihiasi efek visual berlebih, atau musik sci-fi ala Marvel. Ia tiba-tiba hadir selayaknya tukang parkir di minimarket. Mengejutkan Jo selayaknya aku selekas menarik uang di ATM dan mendapat sempritan, wajar saja Jo marah. Tapi kalo ada tukang parkir liar kayak kak Sheila Dara sih 2 juta pun kubayar sih yaa. ðŸ˜
Banyak adegan yang dihabiskan untuk membuktikan bahwa Sore betulan istri Jo dari masa depan, hingga akhirnya Jo percaya. Pengorbanan waktu berhari-hari ini membuat anomali ini terlihat alami dan akting Dion Wiyoko pun menjadi lebih natural.
Hooo... Masih bercerita tentang Sore, kesan pertamaku melihatnya adalah ia merupakan sosok yang manis, ambis, dan juga penuh magis. Ia hadir di saat Jo krisis jati diri dan tidak ada yang bisa meyakinkan dirinya. Mana temennya cuma satu, itu pun bule kocak, no hope aokwowkok.
Banyak adegan yang menitik beratkan bahwa Sore selalu lapar dan bahkan perutnya sampai berbunyi nyaring bak bel sekolah adalah love song (jaah malah nyanyi lagu jeketi). Ini menandakan bahwa menjelajahi Waktu juga butuh pondasi yang kuat. Akhirnya Jo mentraktirnya seporsi spageti.
KONFLIK
Konflik yang dibangun pada film ini sangat menarik. Pertama, ada Sore yang rela terjebak di time loop puluhan, ratusan, hingga ribuan kali hanya untuk menyelamatkan orang tersayangnya. Lalu ada Jonathan, seorang pria lajang penuh luka yang ditinggalkan oleh ayahnya.
Jo rela tinggal di luar negeri di mana tempat ayah kandungnya tinggal (bersama istri barunya) ia ingin menghampiri sang ayah entah ingin melabrak atau sekadar melampiaskan keluh kesah yang terbendung puluhan tahun. Namun Jo dibatasi oleh trauma yang mendalam sehingga ada tembok imajiner yang mengurung dirinya.
Pun begitu Sore, ia berusaha menyelamatkan Jo dengan percobaan demi percobaan tak terhingga. Aku pikir Sore adalah pemilik dimensi kala, tetapi ternyata ia pun memiliki rantai baja yang terikat ketat oleh Waktu.
Pada awal film, Sore nampak leluasa mengulang semua salah langkah yang ia ciptakan. Namun semakin lama, waktu yang bisa pakai untuk menuntut masa lalu Jo semakin menipis dan menipis, sampai akhirnya ia terus pingsan dan termakan oleh Waktu.
R O L L E R - C O A S T E R
Baik Sheila Dara maupun Dion Wiyoko, keduanya menunjukkan ikatan batin yang kuat pada semua adegan. Sebuah hubungan vanilla yang hangat tapi tidak membara, bertikai tapi tidak melukai. Penonton dibawa menaiki roller coaster emosi yang dimasinsi oleh Sore.
Pada awalnya, penonton dibuat semangat oleh ambisi Sore yang terdengar meyakinkan dan tanpa hambatan. Masalah muncul tatkala Jo mulai curi-curi melakukan kebiasaan buruk kembali, salah satunya mabuk atau merokok. Sore terlihat putus asa di saat itu juga dan memutuskan untuk memulai semuanya kembali. Kembali dari awal sekali dua kali masih bisa penonton toleransi, tapi dua kali tiga sama dengan enam (gagitu dong hei).
Di 're-spawn' Sore kesekian di atas kasur yang sama, penonton dibawa gelisah dan lelah hanya bermodalkan penggantian tempo nafas Sore, tatapan mata Sore, dan juga kulit lembab dari Sore yang membuat matanya sedikit sembab.
Selain perjuangan mati-matian dari Sore. Emosi penonton juga paling diacak-acak ketika momen Jo menghampiri kediaman ayahnya. Jo mengintip ke halaman belakang rumah tersebut dan melihat ayahnya sedang bermain dengan bahagia besama anak-anak dari istri barunya. Di mana setelah itu ia hanya meninggalkan selembar foto dan pesan singkat. Di mana isi pesan tersebut adalah Jonatahan berterina kasih dan memaafkan ayahnya, tanpa membenarkan perilaku ayahnya di masa lalu tentunya.
💌 P E S A N - P E S A N 💌
Ini adalah pesan-pesan atau hikmah yang aku tangkap selama menonton film Sore: Istri dari Masa Depan. Isinya mungkin bisa rilet dengan kamu, bisa juga tidak rilet, karena ini adalah murni dari POV seorang Hanif.
1. Words Matter
Setiap kata-kata adalah penting dan menciptakan dampak sebegitu besarnya. Kamu akan sadar ini mendekati babak akhir di mana Sore rela mengulang Waktu kembali hanya untuk mengganti sepatah dua patah kata. Dengan harapan Jo akan meresponnya dengan berbeda. Dan itu berhasil, ia melakukan trial & error yang sangat banyak dengan privilege bisa mengulang Waktu.
2. Waktu Adalah Hal Paling Mahal
Bayangkan saja orang seleluasa Sore yang bisa bolak balik timeline ternyata tidak sebebas itu juga. Ada Waktu yang bisa melahapnya kapan saja karena bisa saja dari POV Waktu, Sore merupakan virus yang mengganggu kestabilan linimasa kosmos. Maka dari itu sedari awal blog ini ditulis, aku memberikan huruf besar untuk awalan Waktu. Karena ia adalah entitas yang hidup di film ini. Sedikit berbeda dengan Ultraman yang jika kehabisan waktu di bumi maka lampu di dadanya akan kelap kelip dan berbunyi ting-nung ning-nung. Saat kehabisan Waktu, maka Sore akan tiba-tiba mimisan dan tidak sadarkan diri. Lalu kemudian kembali ke titik semula yaitu kasur Jo.
3. Yang Penting Berusaha, Apapun HasilnyaSore bersikeras ingin mengubah perilaku buruk Jo yang menurut pengakuan Sore akan membunuhnya di masa depan. Tapi berapa kali pun Sore mencoba, ia kembali ke titik di mana Jo melakukan kebiasaan lamanya. Hingga pada puncaknya Sore yang mengaku sebagai Istri Jo dari Masa Depan mengubah perkenalan menjadi Istri Jo Selamanya. Lalu
**puff** Sore menghilang dari peradaban.

Tapi, justru dari situ, Jo berubah ke arah yang lebih baik tanpa diduga-duga, ia berani mengunjungi ayahnya, ia pulang ke rumah ibyunya di Indonesia. Lalu Jo memulai hidup yang lebih sehat dan rajin berolahraga. Anggap saja Sore tidak berhasil menyetir Jo secara langsung, tetapi manifestasi yang terbenam di lubuk hati paling Jo adalah hasil dari ratusan kali pengulangan yang dilakukan Sore dari tempat yang kita tidak tahu di mana.
Bahkan, mungkin Sore sendiri tidak menyadari itu semua usahanya, karena timeline pun bergeser cukup jauh dari apa yang diceritakan Sore pada awal pertemuan dengan Jo. Ini seakan kita sedang kerja bakti tetapi yang menikmati hasilnya adalah varian kita dari multiverse di tempat lain, haha.
🌸 SEI: ANOMALI DARI MASA DEPAN 🌸
Setelah rentetan ancaman berantai dari Sei agar aku menonton Sore hingga akhirnya aku bisa menonton film tersebut langsung dengan mata kepalaku sendiri. Aku menjadi sadar bahwa tak ada bedanya Sore dan Sei dalam hal memaksa orang lain.
"Kalau aku harus ngulang seribu kali pun, aku bakal tetap memaksa kamu nonton Sore."
Mungkin itu isi kepala Sei setiap saat memiliki kesempatan untuk membujukku. Bahkan ketika filmnya sudah turun layar pun, ia tetap menyelipkan Sore dan i'tikad burukku sehingga ketinggalan tidak bisa menonton Sore di Bioskop.
Namun siapa sangka akan ada re-release Sore dalam rangka perayaan 100 hari tayang. Jika Sei tidak memaksa di setiap momen yang ada. Mungkin momentum ini tidak akan terjadi di mana aku berhasil menonton film penuh magis ini tepat di hari ke-100 nya di bioskop langsung meski sempat terhalang turun layar.
Maka bisa dismpulkan, Aku - Sei - Sore adalah tiga entitas yang memiliki benang merahnya tersendiri.
B E R S A M B U N G. . . .
Karena film ini memiliki keajaibannya sendiri, bukan hal mustahil postingan ini memiliki update khusus di masa depan.
Terima kasih sudah membaca perjalanan kecilku hingga bisa bertemu Sore. Semoga menghibur....
Kaburrr....

0 Komentar